Sangjit : Tradisi Seserahan ala Tionghoa di Maumere

Seorang teman mengajak saya untuk meliput acara pernikahan ala Tionghoa di Kabupaten Sikka. Terdengar sedikit “fals” di telinga saya ketika mendengar tema pernikahan ala Tionghoa, akan tetapi hal ini justru membuat saya sangat tertarik dan bersemangat. Saya ingin tahu lebih jauh mengenai etnis minoritas yang ada di kota Maumere ini. Ragam budaya yang mereka miliki tentunya sudah diadaptasikan dengan budaya lokal sehingga menghasilkan keunikan yang berbeda disetiap daerahnya.
Sangjit adalah tradisi hantaran ala Tionghoa

Berbicara Tionghoa, siapa yang tidak mengenal Susi Susanti, Kwik Kian Gie, Chris John, hingga Agnes Monica. Mereka adalah beberapa public figure yang terkenal di Indonesia bahkan dunia. Sudah sejak ribuan tahun yang lalu leluhur orang Tionghoa-Indonesia bermigrasi secara sporadis dan bergelombang ke Nusantara melalui kegiatan perdagangan. Peran mereka tak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya bangsa Indonesia, bahkan sudah saling terkait sejak zaman kerajaan dulu.

Seiring perjalanan waktu, etnis Tionghoa-Indonesia menyatu dengan masyarakat pribumi melalui pernikahan. Dalam sebuah pernikahan tentunya terdapat rangkaian tradisi yang telah turun menurun dilakukan. Tradisi ini berusaha untuk dipertahankan, salah satunya adalah Sangjit yang merupakan salah satu tradisi seserahan ala Tionghoa yang tetap lestari sampai saat ini. 

Sebelum mengikuti prosesi Sangjit, saya sempatkan diri untuk mengadakan riset kecil-kecilan agar dapat memahami dan tidak kehilangan moment ketika mendokumentasikannya. Sangjit dilaksanakan setelah proses lamaran dan sebelum pernikahan. Proses ini dihadiri oleh rombongan mempelai pria yang terdiri dari keluarga inti, keluarga besar, dan teman-teman terdekat. Hari dan waktu untuk pelaksanaan prosesi Sangjit biasanya ditentukan oleh kedua belah pihak mempelai atau orang yang dipercaya sebagai pemilih hari baik untuk melaksanakan Sangjit dan pernikahan. Mengenai barang apa saja yang dibawa oleh mempelai pria, biasanya didiskusikan dahulu dengan dengan pihak mempelai wanita. 
Kedua orang tua memberi selamat kepada kedua mempelai
Ketika saya meliput Sangjit di Maumere, prosesi diadakan di sebuah hotel bukan di rumah mempelai wanita. Mungkin karena alasan tertentu, keluarga kedua belah pihak memilih mengadakan di hotel. Saya memasuki sebuah ruangan dimana seluruh anggota keluarga dari mempelai laki-laki berkumpul. Nuansa merah menghiasi sekeliling ruangan, membuat suasana lebih semarak. Warna merah dalam bahasa Cina disebut hong memiliki makna filosofi yang menggambarkan terang dan ceria. Warna merah juga melambangkan kemakmuran, semangat hidup, dan keberuntungan. Di setiap ornament merah yang ada selalu terdapat simbol huruf china kembar yang setelah saya cari tahu, dikenal dengan Shuang Xi atau kebahagian ganda atau double happiness. Simbol ini selalu ada dalam sebuah upacara pernikahan ala Tionghoa.
Simbol Shuang Xi atau kebahagian ganda
Beberapa anggota keluarga mulai beranjak dari tempat duduknya. Terlihat beberapa orang mendekati meja tempat diletakannya berbagai macam seserahan. Ketika pelaksanaan Sangjit, seserahan dikemas dalam nampan berjumlah genap. Pembawa nampan biasanya adalah wakil keluarga yang belum menikah. Anggota keluarga bersama mempelai laki-laki berjalan beriringan menuju ruangan acara. Orang tua dan anggota keluarga dari mempelai wanita menyambut kedatangan keluarga laki-laki. Seserahan diletakan satu-persatu dan keluarga inti mempelai laki-laki duduk bersama disebuah meja dengan keluarga inti mempelai wanita. 
Pembawa seserahan dari mempelai laki-laki
Mempelai laki-laki kemudia dipersilahkan untuk menjemput mempelai perempuan. Laki-laki harus mencari ke setiap sudut ruangan untuk menemukan wanita dambaannya. Setelah itu, mereka kembali ke meja tempat keluarga inti berkumpul, kemudian acara ramah tamah dengan keluarga lain dimulai. Di akhir acara, diadakan foto bersama keluarga dengan baki hantaran yang berisi seserahan.

Acara ramah tamah bersama keluarga besar
Proses Sangjit memiliki kesan tersendiri yang unik, dimana setiap proses dan seserahan yang disiapkan memiliki makna tersendiri. Walaupun proses Sangjit saat ini mengalami berbagai penyesuaian atau penyederhanaan, saya salut karena warga Tionghoa di Maumere masih melestarikan dan melaksanakan tradisi ini. Di tengah tuntutan modernisasi yang menginginkan segala sesuatu yang simple dan praktis, walau bukan suatu keharusan karena Sangjit hanya sebuah tradisi, tetapi sayang rasanya apabila tradisi ini terlewatkan begitu saja tanpa dilaksakan.  

Komentar