Kajian Meteorologi Kecelakaan Kapal Nelayan Bhakti di Larantuka

Jumat, 18 April 2014 seharusnya menjadi hari yang khusuk bagi seluruh peziarah yang mengikuti acara Jumat Agung di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Akan tetapi suasana berubah menjadi dipenuhi duka ketika sebuah kapal yang mengangkut peziarah terbalik dan tenggelam saat mengikuti acara tersebut. Menurut saksi mata yang kebetulan berada sekitar 50 meter dari lokasi kejadian di Pantai Soratari, kapal tiba-tiba memutar haluan sehingga menyebabkan kapal terbalik. Tidak diketahui berapa jumlah penumpang yang berada di atas kapal saat itu, dikarenakan tidak ada tiket untuk penumpangnya. Sampai tulisan ini dibuat, jumlah korban 8 orang meninggal dunia, 21 orang lainnya di rawat intensif di RSUD Larantuka.
Dari kesaksian para saksimata, cenderung terjadi human error dalam peristiwa ini. Mulai dari kapal yang menurut para saksi adalah bukan seharusnya menjadi kapal penumpang. Kapal milik nelayan Bhakti ini sebenarnya adalah kapal penangkap ikan. Kemudian adanya pergerakan kapal yang tiba-tiba memutar haluan sehingga penumpang kapal tumpah jatuh ke laut dan kapal terbalik.

Analisa Cuaca Saat Kejadian
Human error masih menjadi alasan kuat peristiwa ini, akan tetapi tidak ada salahnya jika kita mencoba melihat peristiwa ini dari bidang meteorologi. Apakah memang ada faktor alam seperti cuaca buruk yang berpengaruh dalam kecelakaan ini? Mari kita kaji satu persatu mulai dari analisa peta tinggi gelombang. Data saya dapatkan dari hasil analisa data grib tanggal 18 April 2014 dengan menggunakan aplikasi Windwave BMKG kemudian saya petakan menggunakan aplikasi ArcView GIS 3.3.


Analisa jam 00 UTC

Analisa jam 06 UTC

Analisa jam 12 UTC
 Dari analisa peta tinggi gelombang tanggal 18 April 2014 pukul 00 UTC (08.00 WITA), dapat dilihat tinggi gelombang disekitar lokasi kejadian adalah antara 0.75-1.25 meter sedangkan analisa tinggi gelombang pada pukul 06 UTC (14.00 WITA) menunjukan ketinggian antara 0.75-1.25 meter. Dari kedua data tersebut tidak terdapat tanda-tanda terjadi gelombang yang sangat signifikan sehingga dapat membalikan kapal tersebut.

Berikutnya dari analisa citra satelit tanggal 18 April 2014 dari pukul 00 UTC (08.00WITA) sampai dengan 10 UTC (19.00 WITA), baik dari citra satelit Infrared, visible, ataupun full color, tidak ada tanda-tanda terbentuknya awan-awan konvektif seperti awan cumulonimbus (awan hitam gelap) yang significant atau dapat menyebabkan cuaca buruk seperti hujan, petir, dan angin kencang. Biasanya apabila terdapat awan ini, selain berpengaruh pada angin, juga menyebabkan gelombang laut menjadi lebih tinggi.

Citra Satelit Berwarna

Citra Satelit Visible

Citra Satelit Infra Red
Dari data pukul 03 UTC (11.00 WITA) dan 06 UTC (14.00 WITA) pengamatan cuaca di kantor BMKG terdekat, tidak terdapat pertumbuhan awan-awan konvektif yang signifikan seperti awan Cumulonimbus. Hanya ada awan-awan cumulus dengan ketinggian puncak sekitar 2100 meter. Kecepatan angin juga menunjukan angka yang normal yaitu antara 5 – 6 knots.

201404180000 AAXX 18004 97310 11565 20000 10300 20238 30088 40100 52004 69904 70260 81102 333 20238 50090 55000 56000 59001 81820=
201404180300 AAXX 18034 97310 32565 20205 10308 20246 30080 40092 58008 81102 333 56000 81820=
201404180600 AAXX 18064 97310 32565 60406 10314 20245 30061 40073 57019 83222 333 56000 57802 83820 83080 80856=
201404180900 AAXX 18094 97310 21463 70000 10293 20245 30069 40081 53008 84221 333 56000 57802 83818 85459 80856=
Renungan Bersama

Dari tinjauan beberapa faktor cuaca di atas, bisa disimpulkan bahwa keadaan cuaca saat peristiwa ini adalah baik-baik saja. Tidak ada keadaan signifikan yang seperti angin kencang, hujan, atau Bandai Guntur yang dapat menyebabkan terbaliknya kapal. Gelombang lautpun saat kejadian berada di level normal bahkan untuk kapal sejenis kapal nelayan masih dapat berlayar.


Faktor kelalaian nahkoda memang jadi satu-satunya yang beralasan saat ini. Ya, menurut penuturan saksimata, kapal tiba-tiba memutar haluan dan menyebabkan kapal terbalik. Saksimata juga menuturkan bahwa yang mengemudikan kapal saat itu bukanlah kapten kapal, melainkan “boi-boi” atau Anak Buah Kapal (ABK). Faktor lainnya yang menurut saya juga berpengaruh adalah faktor kapal itu sendiri. Kapal ini memang bukan diperuntukan untuk mengangkut penumpang, apalagi hingga ratusan orang. Menurut beberapa sumber, kapal adalah kapal untuk mencari ikan.

Mengapa event sebesar ini masih mengalami kendala di sarana dan prasarana? Sarana seperti kapal-kapal khusus penumpang untuk para peziarah merupaka sarana vital dalam event yang bisa dibilang berkapasitas internasional ini. Bayangkan saja, seluruh umat Kristiani baik dari dalam maupun luar negeri datang berziarah ke Larantuka. Peristiwa seperti ini tentunya dapat mencoreng nama Indonesia di mata dunia. Kapal-kapal khusus penumpang tentunya memiliki alat-alat keselamatan standar seperti pelampung dan lain-lain yang dapat mengurangi dampak negatif apabila terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. Apalagi event seperti ini tentunya akan menjadi sumber pemasukan bagi daerah, sudah seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sarana dan prasarana penunjangnya.

Akhir kata, saya turut berduka cita atas kejadian ini, semoga keluarga penumpang yang meninggal dunia diberi ketabahan dan arwah para penumpung yang meninggal di terima disisi-Nya.

Tulisan ini juga dimuat di suaraflores.com

Komentar