Pengalaman Time Travelling ke Kampung Bena Bajawa

Berbicara tentang travelling, Flores memang tak ada habisnya. Sejak jaman dahulu Flores memang sudah menyimpan keunikan tersendiri, itu mengapa para misionaris banyak yang berdatangan ke Pulau ini. Memang Flores belum setenar Bali atau Lombok, tapi justru itu menjadi daya tarik tersendiri untuk mengexplorasi lebih jauh potensi wisata Flores. Tak hanya memiliki pemandangan alam yang indah, Flores juga menawarkan wisata lain seperti wisata sejarah & budaya.

Suasana Kampung Bena

Ketika itu, saya beserta 2 teman saya melanjutkan perjalanan dari Ruteng, kami tiba di kota Bejawa, Ngada sekitar pukul 22.00 WITA. Suasana kota sangat sepi, took-toko sudah tutup, hanya ada beberapa anak muda yang tengah membuat api unggun untuk menghangatkan tubuh. Kami sempat kebingungan mencari penginapan. Masalahnya dari 2 penginapan dan hotel yang kami datangi, semuanya tutup, tidak ada tanda-tanda kehidupan alias penjaganya tidur. Untungnya ada satu penginapan yang berhasil kami “gedor” dan akhirnya kami bisa merebahkan badan setelah perjalanan panjang dari Ruteng.

Suasana pagi di Kampung Bena
Pukul 5 pagi kami sudah bersiap untuk checkout dan melanjutkan perjalanan. Kenapa saya katakan ”Time Travelling” dalam judul saya? Karena kali ini saya akan membagi pengalaman saya ke sebuah perkampungan Megalitikum di Flores tepatnya di Kampung Bena. Disini waktu terasa berhenti dimana kehidupan seperti di zaman Megalitikum masih dapat kita saksikan. Kampung Bena terletak di Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Barat. Kurang dari 1 jam perjalanan, kami sudah sampai di Kampung Bena. Kampung ini terletak di kaki gunung Inerie, ciri khasnya adalah kampung ini berbentuk seperti perahu besar dimana disetiap sisinya dibangun sekitar puluhan rumah beratap ijuk dan ilalang. Rumah-rumah ini memiliki beranda yang saling berhadapan dan menghadap ke halaman kampung, bukan tanpa makna, inilah simbol masyarakat Bena yang mengutamakan keterbukaan bersama dalam menyelesaikan masalah. Di bagian tengahnya terdapat kuburan-kuburan batu atau Turesa Barajo dan  beberapa bangunan yang disebut Bhaga dan Ngadhu. Turesa Barajo adalah makam leluhur atau orang penting di Kampung ini, sedangkan Bhaga yang berbentuk seperti miniatur rumah beratap ilalang merupakan simbol perempuan dan Ngadhu yang berbentuk seperti payung setinggi 3 meter dengan kayu berukir merupakan simbol laki-laki.

Bagha dan Ngadhu tersebar di halaman perkampungan Bena
Keramahan masyarakatnya terpancar begitu kami memasuki jalan menuju kampung ini. Pagi itu banyak anak-anak berjalan kaki menuju sekolah, dengan ramah mereka memberi salam kepada kami. Ahh, perlakuan yang sangat berbeda dengan anak-anak di kota besar, sungguh menyejukan. Memasuki perkampungan, kami disapa mama-mama yang sedang menenun kain khas daerah. Meraka mempersilakan kami melihat-lihat hasil tenunan, tak ada paksaan untuk membeli, walaupun kami hanya datang untuk melihat-lihat, mereka tetap ramah. Tak seperti di beberapa tempat lainnya, dimana ada kesan sedikit memaksa untuk membeli dagangan mereka.

Anak kampung Bena dengan gayanya

Anak-anak kampung Bena berangkat ke sekolah
Keramahan warga kampung Bena
Di Kampung Bena terdapat 9 klan atau suku yang menempati kurang lebih 45 rumah-rumah adat. Mereka adalah suku Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Bena, suku Deru Solamae, suku Ngada, suku Khopa, dan suku Ago. Kampung bena terdiri 9 tingkat, dimana tiap suku mendiami satu tingkat. Suku Bena berada di tengah-tengah karena dianggap sebagai suku tertua dan pendiri perkampungan tersebut atas dasar ini pula perkampungan tersebut dinamakan Kampung Bena.

Warga laki-laki kampung Bena bersiap ke kebun
Mata pencaharian masyarakat Bena umumnya sebagai petani di ladang, untuk wanitanya terkadang diselingi dengan menenun kain khas tradisional. Sepertinya komoditi utama di kampung ini adalah kemiri, karena saat itu kami melihat hampir disetiap rumah sedang menjemur kemiri. Kemiri ini bisa digunakan sebagai rempah ataupun menjadi minyak.

Kemiri
Sebelum pulang kami menyempatkan untuk berfoto bersama salah satu penduduk disana. Supaya lebih natural kami meminta bapak ini untuk mengenakan kain khas dan membawa senjata. Tak lupa kami memberikan tip karena bapak ini sudah mau memenuhi permintaan kami.

Warga kampung Bena lengkap dengan kain khas dan senjatanya
Berikut Itinerary selama di Bejawa - Kampung Bena
- Sewa penginapan 1 malam di Bejawa Rp.150.000,-
- Makan & Minum, dari kami sampai di Bejawa hingga pulang dari kampung Bena, kami hanya berbekal air minum yang kami isi di penginapan kami
- Bensin eceran, karena tidak ada pom bensin buka pagi-pagi di Bejawa, Rp. 30.000,-
- Uang sukarela memasuki kampung Bena Rp. 50.000,-
- Tip untuk bapak yang mau di foto Rp. 30.000,-
- Total Rp. 260.000,-
Semua biaya kami bagi 3 orang sekitar Rp. 90.000,-/orang


Komentar