Sedikit Supranatural di Watukrus dan Doreng

Sebenarnya libur cuti bersama tidak berlaku bagi kami pegawai oprasional BMKG, tapi kebetulan saat itu saya lepas dinas malam, tak ingin berlama-lama menghabiskan waktu hanya untuk balas dendam tidur yang tertunda, saya mengarahkan daerah jelajah kali ini ke pantai bagian selatan Kabupaten Sikka. Yup, hampir 3 tahun disini pantai selatan yang saya tahu hanya Paga, Koka, dan Sikka. Kali ini kita menuju Watukrus di Kecamatan Bola dan Pantai Doreng di kecamatan Doreng.

Singkat cerita, setelah mendapat persetujuan meminjam mobil kantor, jam 3 siang kami berangkat menuju Watukrus. Perjalanan melalui Waipare menempuh waktu sekitar 1 jam. Sebagian besar jalan disini sudah hotmix akan tetapi mendekati lokasi Watukrus ada beberapa ruas jalan yang masih rusak. Jalan berkelok dan menanjak, sesekali kita disuguhi pemandangan Kabupaten Sikka dari ketinggian.

Sedikit sejarah mengenai Watukrus, Watukrus tergolong tempat wisata religi, dimana terdapat sebuah Salib yang tertancap di atas batu karang menghadap ke laut. Watukrus terkait dengan perjalanan misionaris Fransiskus Xaverius dan Dominikus menyebarkan Agama Katholik di Indonesia Timur. Salib ini di tancapkan di pantai Nuba Baluk yang menandakan bahwa daerah ini telah di baptis.

Watukrus ketika surut
Sedikit pose teman saya
Saat itu air laut sedang surut, jadi kami dengan mudah mengambil pose d bebatuan. Setelah puas mengabadikan Watukrus, saya segera bergegas melanjutkan perjalan berkejar-kejaran dengan waktu terbenam matahari. Berharap mendapatkan momen sunset di pantai Doreng. 

Bapa Tua driver kami asik menghisap rokoknya
Perjalanan menuju Doreng ditempuh kurang lebih sekitar 1 jam lagi, akan tetapi kali ini jalan lebih sempit berkelok dan banyak ruas jalan yang rusak. Untungnya driver kami cekatan dan sudah berpengalaman. Perjalanan menuju Doreng dihiasi beberapa tanjakan, sesekali terlihat garis pantai yang membuat takjub.

Garis pantai Doreng
Perjalanan kami terhenti dimana jalanan hanya meninggalkan tanah tanpa disemen apalagi di aspal. Disana terdapat penunjuk jalan menuju pantai yang dibuat oleh mahasiswa UNIPA yang KKN di daerah ini. Mengejar sunset, saya langsung mempersiapkan kamera, mengambil beberapa foto dan saya menikmati air yang biru bening dan jernih. Terlihat beberapa bintang laut dan sejenisnya yang masih bergerak-gerak. Tak ada jejak kaki manusia dipasir pantai ini, saya berfikir, sepi sekali disini. Hanya ada beberapa rumah penduduk di pinggir pantai, tapi anehnya, walaupun tinggal di pesisir, saya tidak melihat adanya perahu-perahu tradisional milik masyarakat.

Menjelang terbenam

Sayangnya tangan meleset dari matahari

Pose dulu sebelum pulang

Pose ke-2

Akhirnya matahari terbenam, yang tersisa hanya semburat jingga
Jam 6 petang kami segera bergegas untuk pulang, disamping mengejar jam dinas malam yang sebentar lagi tiba, jalanan yang menanjak, apalagi tanpa penerangan cukup tentu bisa jadi penghambat perjalanan kami. Nah kenapa saya beri judul suprantural, karena dalam perjalanan pulang inilah beberapa penampakan aneh menampakan diri. Tak perlu banyak dibahas, karena takut pamali.

Sekian dulu cerita dari perjalanan kali ini. Semoga lain kali masih bisa melakukan perjalan-perjalanan lainnya

Foto by Pande Putu Hadi W.
Sumber : http://seputarmapitara.blogspot.com/2011/11/watukrus-bola-pesona-di-pantai-selatan.html dan beberapa penuturan dari penduduk sekitar

Komentar